-->

Sejarah Singkat Jin Yang Ta'at ('Abid) Menjadi Terlaknat (Ablasa/Iblis) Bagian 1

SEJARAH SINGKAT JIN YANG TA’AT

(‘ABID) MENJADI TERLAKNAT 

(IBLIS)

(BAGIAN 1)

Gambar Ilustrasi Iblis

Setelah Allah SWT menciptakan bumi dengan Segala Kesempurnaan-Nya, Dia SWT menurunkan suatu perintah yang berisi tentang pembangunannya. Penghuni pertama yang bertugas membangun bumi adalah jin yang mendiami bumi dalam waktu yang tidak sedikit. Semua itu terjadi sebelum Allah SWT menciptakan khalifah (pemimpin) bumi, yaitu manusia.

As-Sam’udi menuturkan:

“Ketika Allah SWT telah menciptakan bumi, Ia menetapkan jin sebagai penghuninya. Jin diciptakan Allah SWT daro percikan api, sedangkan iblis termasuk dalam golongan mereka. Allah melarang mereka untuk membunuh binatang-binatang dan saling bermusuhan, namun justru mereka suka perbuatan para saudaranya, kaum jin yang suka bermusuhan dan menumpahkan darah. Oleh karena para jin itu tidak pernah berhenti dalam melakukan kemaksiatan, maka iblis meminta kepada Allah agar dinaikkan dan dipindahkan ke langit, permintaan mereka dikabulkan Allah, dan mereka pun hidup bersama para malaikat di langit dan beribadah kepada Allah dengan sangat taat. Kemudian Allah SWT mengutus sekelompok malaikat bersama sekelompok iblis ke bumi untuk menghukum para jin,sehingga banyak yang terbunuh di antara mereka, sedangkan sisanya mereka usir ke pulau-pulau di tengah lautan. Selanjutnya Allah SWT mengangkat iblis sebagai pemimpin penduduk langit. Dengan jabatan yang tinggi tersebut iblis merasa sombong. Kemudian Allah SWT berkehendak menciptakan Adam,

lalu berfirman kepada para Malaikat,

“Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah (pemimpin) di muka bumi.” (Q. S. Al-Baqarah: 30)

Para malaikat tersebut bertanya kepada Allah SWT,

“Wahai Tuhan kami siapakah gerangan yang akan menjadi khalifah tersebut?”

Allah SWT menjawab,

“Ia akan mempunyai turunan, melakukan kerusakan di muka bumi, saling dengki, dan saling berbunuhan,”

Maka para malaikat tersebut kembali bertanya,

“Apakah Engkau – wahai Tuhan kami – adan menjadikan di atas bumi itu orang yang akan melakukan kerusakan padanya dan akan menumpahkan darah? Sedangkan kami selalu bertasbih kepada Engkau dengan memuji dan menyucikan Engkau.”

Allah menjawab,

“Sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui.”

(Q. S. Al-Baqarah: 30)

As-Sam’udi melanjutkan,

“Semua berita yang kami ketengahkan tentang sejarah asal-usul penciptaan ini berasal dari ajaran syari’at yang dinukilkan oleh para ulama salaf kepada ulama khalaf, dan kami menukilkan riwayat ini persis sebagaimana yang kami terima dari mereka, sebagaimana yang terdapat pada buku-buku mereka.”

Allah telah berkehendak untuk menjadikan makhluk yang berasal dari tanah sebagai khalifah di bumi sedangkan makhluk yang bersal dari api sebagai musuhnya.

Allah SWT berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintakan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan.” (Q. S. At-Tahrim: 6)


Perlu diperhatikan bahwa ketika para malaikat berkata,

“Apakah Engkau – wahai Tuhan kami – akan menjadikan di atas bumi itu orang yang akan melakukan kerusakan padanya dan akan menumpahkan darah?” (Q. S. Al-Baqarah: 30),

Malaikat tidak bersikap menentang kehendak Allah SWT, karena malaikat adalah sekelompok makhluk Allah SWT yang tidak pernah menentang perintah Allah SWT, dan selalu melakukan apa pun yang diperintahkan kepada mereka. Akan tetapi pertanyaan ini adalah ungkapan heran atau murni pertanyaan terhadap hikmah perbuatan Allah SWT tersebut, mereka sama sekali tidak akan pernah menentang atau ikut campur dengan urusan Allah SWT, karena Allah SWT tidak memerlukan apa pun dari sekalian alam, ketaatan makhluk tidak akan mendatangkan manfaat bagi-Nya, sedangkan keingkaran tidak akan mengakibatkan bahaya dan kerugian apa pun terhadap-Nya.

Jawaban memuaskan telah diterima oleh para malaikat yang membuat mereka menerima dengan puas atas hikmah perbuatan Allah SWT,

sebagaimana firman Allah SWT,

“Sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui.” (Q. S. Al-Baqarah: 30)

 

KESOMBONGAN IBLIS

Allah SWT telah menyatakan salah satu perbuatan masa lalu Iblis,

“Sedangkan iblis itu telah – pernah – menjadi kaum yang kafir.” (Q. S. Al-Baqarah: 34)

Dari ayat ini, timbul suatu pertanyaan:

Sebelum membantah perintah Allah SWT untuk sujud kepada Adam dan turunnya laknat Allah pada mereka, apakah iblis sudah pernah berbuat munafik dalam beribadah kepada Allah?

Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat para ulama.

Allah SWT telah berfirman,

“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, kemudian ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (Q. S. Al-Kahfi: 50)

Dan firman Allah SWT,

“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ kemudian sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur sedangkan ia (iblis) telah termasuk kaum yang kafir,” (Q.S. Al-Baqarah: 33)

Muhammad ibn Abdulkarim asy-Syahrastani dalam kitabnya al-Milal wa an-Nihal, menerangkan bahwa Mari ibn Sulaiman pensyarah Kitab Injil yang Empat, dan hal ini juga tertera dalam Kitab Taurat dalam beberapa ayat yang terpisah tentang perdebatan yang terjadi antara iblis dan malaikat setelah turunnya perintah sujud kepada mereka untuk Adam.

Iblis bertanya kepada para malaikat,

“Saya mengaku bahwa saya mempunyai Tuhan, Dialah penciptaku, Dialah pencipta segala makhluk, namun demikian saya akan mengajukan tujuh pertanyaan tentang hikmah (tujuan) perbuatan Allah SWT, yaitu:

1. Apakah hikmah dari penciptaan Allah terhadap semua makhluk, terutama apabila Dia SWT mengetahui bahwa kaum kafir ketika diciptakan akan menanggung penderitaan?

2. Apakah faedahnya Allah menurunkan beban perintah dan tanggung jawab kepada makhluk, sedangkan pembebanan itu tidak akan mendatangkan untung ataupun bahaya kepada-Nya SWT. Sedangkan segala yang diinginkan Allah SWT terhadap makhluk-Nya (berupa balasan baik dan buruk) akan mudah terjadi tanpa perlu adanya pembebanan suatu tugas (taklif) ataupun tanggung jawab terhadap makhluk?

3. Anggaplah bahwa Allah membebani saya dengan suatu perintah atas dasar ketaatan yang harus saya lakukan, namun mengapa Dia memerintahkanku untuk sujud kepada Adam?

4. Ketika saya ingkar terhadap perintah-Nya dalam sujud kepada Adam, mengapa Allah menghukum saya dan bahan melaknat saya, sedangkan semua itu tidak akan mendatangkan faedah kepada-Nya dan tidak pula kepada yang lainnya, dan sedangkan hukuman dan laknat tersebut sangat berbahaya terhadap diri saya?

5. Ketika Dia SWT telah menjatuhkan hukuman dan laknat kepada saya, mengapa Dia SWT memberikan kesempatan kepada saya untuk memasuki surga, lalu saya dapat menggoda Adam?

6. Ketika saya tidak mau sujud kepada Adam, mengapa Dia SWT memberikan suatu kekuatan pada saya untuk menyesatkan dan menggoda para turunannya?

7. Ketika saya meminta Allah menangguhkan umurku untuk menggoda anak cucu Adam, mengapa, mengapa Dia mengabulkan permintaanku, sedangan apabila alam ini sudah kosong dari kejahatan, maka hal ini tentu lebih baik?

Kemudian Mary, pensyarah injil menerangkan:

Kemudian Allah dari kedudukan-Nya Yang Maha Besar mengatakan kepada iblis,

“Wahai iblis, sesungguhnya Engkau tidak kenal dengan Diri-Ku, karena sekiranya kamu mengenal siapa Diri-Ku, maka kamu tidak akan pernah menanyakan apa-apa yang Aku perbuat.”

Dengan demikian, gugurlah segala tuntutan iblis dan ia tidak mempunyai pilihan lain, maka ia pun termasuk dalam kelompok kaum yang merugi.

(Bersambung) ...

LihatTutupKomentar